Penyakit Rabies
Penyakit Rabies sering disebut penyakit anjing gila, karena hewan penular rabies (HPR) yang utama adalah anjing yang umumnya terlihat agresif. Penyakit menular akut yang menyerang susunan saraf pusat ini dapat terjadi pada manusia dan hewan. Di Indonesia, penyakit rabies ini sempat dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) di beberapa kabupaten dan provinsi. Di Negara asia lainnya yang terkena rabies adalah Afrika, dan Amerika Latin.
Penyebab Penyakit Rabies
Virus penyebab penyakit rabies biasanya ditularkan oleh anjing melalui gigitan, cakaran, air liur. Ketika seseorang tergigit hewan pembawa virus rabies, virus akan masuk ke pembuluh darah dan menyebar di dalam tubuh. Saat sudah mencapai otak, virus rabies akan menggandakan diri dengan cepat. Hal ini kemudian dapat menyebabkan peradangan berat pada otak dan saraf tulang belakang yang membahayakan kondisi pasien, sehingga berpotensi besar menyebabkan kematian. Penyebaran akan terjadi lebih cepat apabila pasien mengalami gigitan atau cakaran pada area leher dan kepala.
Namun, terdapat pula hewan lain yang dapat membawa virus rabies serta menularkannya ke manusia, seperti rakun, anjing, kucing, monyet, kelelawar, musang, sapi, kambing, kuda, kelinci, berang-berang, rubah.
Beberapa faktor lingkungan yang mungkin tertular virus rabies, diantaranya :
- Tinggal di area yang jauh dari tempat vaksinasi atau imunisasi.
- Tinggal di negara dengan sanitasi yang buruk.
- Tinggal di lingkungan yang mudah dicapai hewan liar.
- Sering melakukan aktivitas berkemah.
- Sering melakukan aktivitas di alam liar, seperti mendaki gunung.
- Memiliki luka pada kulit.
- Tanda-tanda orang yang terkena virus rabies
Lama waktu sejak mulai tergigit hingga muncul gejala bervariasi dari satu penderita dengan penderita lainnya. Masa inkubasi ini lebih bervariasi lamanya dibanding penyakit infeksi akut lainnya, bisa harian sampai tahunan. Namun, rata-rata masa inkubasi membutuhkan waktu 3-12 minggu atau 1-3 bulan.
Di area gigitan dapat terjadi kerusakan jaringan kulit, otot, pembuluh darah, dan saraf. Beberapa gejala umum atau tidak spesifik yang bisa ditemukan pada fase prodromal adalah sebagai berikut:
- Nyeri, bengkak, rasa terbakar, rasa gatal di sekitar luka atau goresan.
- Nyeri kepala.
- Lemas, lemah, lelah, lesu.
- Nafsu makan menurun.
- Mual, muntah.
Pada tahap virus menyerang area saraf penerima rangsang dan otot, dapat terjadi fase neurologis akut, antara lain:
- Reaksi berlebihan terhadap rangsangan tertentu, misalnya sulit minum hingga takut minum karena kejang pita suara saat terkena air, ketakutan berlebihan pada cahaya atau fotofobia, hembusan angin atau aerofobia, mendengar suara keras, mendengar suara gemericik air dan bahkan takut berlebihan saat melihat air atau air minum yang disebut
- Produksi air liur meningkat atau hipersalivasi.
- Produksi air mata meningkat atau hiperlakrimasi.
- Gangguan tidur atau insomnia.
- Kelumpuhan organ tubuh seperti anggota gerak, saluran cerna atas hingga sulit menelan, bahkan gangguan sistem pernapasan.
- Penurunan kesadaran.
Diagnosis Penyakit Rabies
Pemeriksaan Fisik
- Pada fase prodromal belum ada tanda-tanda yang spesifik. Jika memasuki fase neurologik akut dapat ditemukan kelainan neurologi seperti hidrofobia, paresis, disfagia.
- Jika selama pemeriksaan tidak ditemukan perubahan neurologi dan penyakit sudah berlangsung selama 2-3 minggu makan dapat dipikirkan penyebab lainnya
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap. Pada fase awal pemeriksaan mungkin dalam batas normal.
- Antibodi virus rabies: ditemukannya antibodi neutralizing serum merupakan diagnostik untuk kasus rabies. Antibodi mungkin dideteksi dalam beberapa hari setelah muncul gejala. Beberapa pasien meninggal tanpa antibodi yang terdeteksi.
Pengobatan Penyakit Rabies
Saat digigit pastikan untuk segera diberi vaksin. Bila sangat parah dan dalam bisa diberikan serum antirabies. Pemberian vaksin akan memberikan perlindungan terhadap dampak gigitan rabies dari kematian hingga 100%.
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) terbagi menjadi 3 (tiga) periode, yaitu :
1. Saat digigit (pre-exposure)
Vaksin diberikan tiga kali yaitu saat digigit, dan diulang di hari ke-7 dan ke-21 atau ke-28 setelah gigitan. Dosis pertama yang diberikan 0,5 mililiter, kemudian menjadi 1,5 mililiter, dan kembali menjadi 0,5 mililiter. Pemberian dilakukan lagi pada tahun berikutnya, kemudian diulang tiap 3 tahun.
2. Setelah digigit (post exposure)
Vaksin diberikan pada saat yang sama dengan vaksin pre eksposure. Suntikan pertama diberikan dua kali dengan dosis 0,5 mililiter. Dosis yang sama juga diberikan pada peyuntikan yang kedua dan ketiga.
Untuk suntikan ketiga bergantung pada kondisi hewan penggigit. Bila hewan penggigit berhasil ditangkap kemudian mati saat suntikan kedua diberikan, maka korban harus disuntik yang ketiga kalinya.
3. Gigitan berulang (reexposure)
Bila korban kembali digigit dalam waktu kurang dari 3 bulan suntikan re eksposure tidak perku diberikan. Hal ini dikarenakan antibodi yang diproduksi masih cukup untuk melindungi tubuh dari serangan virus rabies
Bila gigitan terjadi dalam kurun waktu 3 bulan hingga satu tahun, korban harus kembali disuntik satu kali dosis 0,5 mililiter. Namun jika gigitan terjadi lebih dari satu tahun, maka suntikan diberikan tiga kali dengan dosis dan durasi seperti suntikan post eksposure.
Vaksin anti rabies (VAR) tidak menimbulkan dampak buruk apapun. Bekas suntikan terkadang berjejak merah, sedikit bengkak, atau gatal. Namun kondisi ini akan segera menghilang.
Luka gigitan yang sangan parah bisa dibarengi dengan serum anti rabies (SAR), dengan dosis 20 IU per kilogram berat badan. Serum anti rabies yang diberikan berupa human rabies immunoglobulin bersifat homolog. Suntikan SAR diberikan menyebar di daerah sekitar luka gigitan.
Upaya Pencegahan Penyakit Rabies
Rabies adalah penyakit yang sangat mungkin untuk dihindari. Beberapa upaya di bawah ini juga dapat membantu dalam pencegahan rabies:
- Tetap menerima vaksin sebelum melakukan aktivitas yang berisiko tinggi menyebabkan tertular virus rabies, meskipun pernah divaksin.
- Melakukan vaksinasi pada hewan peliharaan, seperti anjing / kucing.
- Tidak membiarkan hewan peliharaan berkeliaran di luar.
- Melaporkan hewan-hewan liar ke lembaga yang bertanggung jawab untuk mengawasi hewan liar.
- Mengubur setidaknya sedalam 1 meter, atau membakar hewan yang mati akibat rabies.
- Menghindari kontak langsung dengan hewan liar.
Perhatikan kesehatan hewan anda. Hewan yang jinak belum tentu bebas penyakit rabies, karena dibutuhkan perawatan atau perhatian khusus bagi anda yang memelihara, Jagalah agar tidak menjadi hewan peliharaan yang berbahaya bagi kesehatan anda dan orang lain.
Baca Juga: Penyakit HIV AIDS